hiasan

Selasa, 01 Maret 2011

regge dan rasta

reggae dan rasta

oleh Andi Stgr pada 12 Desember 2010 jam 5:01
Di Indonesia, reggae hampir selalu diidentikkan dengan rasta. Padahal,reggae dan rasta sesungguhnya adalah dua hal yang berbeda. "Reggae adalah namagenre musik, sedangkan rasta atau singkatan dari rastafari adalahsebuah pilihan jalan hidup, way of life," ujar Ras Muhamad (23),pemusik reggae yang sudah 12 tahun menekuni dunia reggae di New Yorkdan penganut ajaran filosofi rasta. Repotnya, di balik ingar-bingar dankegembiraanyang dibawa reggae, ada stigma yang melekat pada para penggemar musiktersebut. Dan stigma tersebut turut melekat pada filosofi rasta itusendiri. "Di sini, penggemar musik reggae, atau sering salah kaprahdisebut rastafarian, diidentikkan dengan pengisap ganja dan bergayahidupsemaunya, tanpa tujuan," ungkap Ras yang bernama asli Muhamad Egar ini.Padahal, filosofi rasta sesungguhnya justru mengajarkan seseorang hidupbersih, tertib, dan memiliki prinsip serta tujuan hidup yang jelas.Penganut rasta yang sesungguhnya menolak minum alkohol, makan daging,dan bahkan mengisap rokok. "Para anggota The Wailers (band asli BobMarley) tidak ada yang merokok. Merokok menyalahi ajaran rastafari,"papar Ras.

Ras mengungkapkan, tidak semua penggemar reggaeadalah penganut rasta, dan sebaliknya, tidak semua penganut rasta harusmenyenangi lagu reggae. Reggae diidentikkan dengan rasta karena BobMarley—pembawa genre musik tersebut ke dunia—adalah seorang penganutrasta.

Ras menambahkan, salah satu bukti bahwa komunitas reggae di Indonesiasebagian besar belum memahami ajaran rastafari adalah tidak adanyapemahaman terhadap hal-hal mendasar dari filosofi itu. "Misalnya waktusaya tanya mereka tentang Marcus Garvey dan Haile Selassie, merekatidak tahu. Padahal itu adalah dua tokoh utama dalam ajaran rastafari,"ungkap pemuda yang menggelung rambut panjangnya dalam sorban ini.

PemusikTony Q Rastafara pun mengakui, meski ia menggunakan embel-embel namaRastafara, tetapi dia bukan seorang penganut rasta. Tony mencobamemahami ajaran rastafari yang menurut dia bisa diperas menjadi satuhakikat filosofi, yakni cinta damai. "Yang saya ikuti cuma cinta damaiitu," tutur Tony yang tidak mau menyentuh ganja itu. Namun, meski tidakmemahami dan menjalankan seluruh filosofi rastafari, para penggemar danpelaku reggae di Indonesia mengaku mendapatkan sesuatu di balik musikyang mereka cintai itu. Biasanya, dimulai dari menyenangi musik reggae(dan lirik lagu-lagunya), para penggemar itu kemudian mulai tertarikmempelajari filosofi dan ajaran yang ada di baliknya.

Seperti diakui Hendry Moses Billy, gitaris grup Papa Rasta asal Yogya, yangmengakumusik reggae semakin menguatkan kebenciannya terhadap ketidakadilan danpenyalahgunaan wewenang. Setiap ditilang polisi, ia lebih memilih berdebat daripada "berdamai". "Masalahnya bukan pada uang, tetapi praktik seperti itu tidak adil," tandas Moses yang mengaku sering dibuntuti orang tak dikenal saat beli rokok tengah malam karena dikira mau beli ganja. Sementara Steven mengaku dirinya menjadi lebih bijak dalam memandang hidup sejak menggeluti musik reggae. Musik reggae, terutama yang dipopulerkan Bob Marley, menurut Steven, mengajarkan perdamaian, keadilan, dan antikekerasan. "Jadi kami memberontak terhadap ketidakadilan, tetapi tidak antikemapanan. Kalau reggae tumbuh, maka di Indonesia tidak akan ada perang. Indonesia akan tersenyumdengan reggae," ujar Steven mantap. Sila dan Joni dari Bali menegaskan,seorang rasta sejati tidak harus identik dengan penampilan ala BobMarley. "Rasta sejati itu ada di dalam hati," tandas Sila sambilmengepalkan tangan kanan untuk menepuk dadanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar